Jumat, 17 Oktober 2014

Menganggap berpikir lebih sebagai suatu keahlian ketimbang sebuah bakat adalah langkah pertama untuk meningkatkan keahlian tersebut. – Edward de Bono, Pratical Thinking
 
Kemampuah manusia untuk melakukan tugas yang memerlukan keahlian sangat dipengaruhi oleh latihan dan tingkat motivasinya.- Fitts dan Pasner, Human Performance
 
Pendidikan Desain 
“Desain” telah menjadi salah satu kata yang mempunyai rujukan begitu luas sehingga kita tidak dapat lagi merasa pasti akan maknanya. Dalam konteks yang berbeda, kata “desain” dapat mewakili situasi-situasi yang berbeda sehingga proses-proses dasrnya terlihat begitu tidak sama. Bagaimana seorang mekanik dapat dikatakan merancang kotak perseneling yang baru untuk sebuah mobil ketika seorang perancang busana dapat dikatakan merancang baju yang baru? Proses yang menghasilkan kotak perseneling baru pastilah bersifat tepat, terencana, sistematik, dan matematis! Sifat-sifat ini bukanlah kualitas yang sering diasosiasikan dengan kegiatan merancang baju yang, sebaliknya, bersifat tidak pasti, spontan, acak, dan imajinatif. Yang lebih kompleks lag, beberapa jenis desain memerlukan sebuah proses yang menggabungkan kedus sifat yang bertolak belakang ini dalam pelbagai variasi  proporsinya. Perencanaan kota, desain urban, arsitektur, desain industri, grafis dan interior; semuanya melibatkan elemen, matematis dan imajinatif. Bidang-bidang desain ini semuanya berkaitan dengan penciptaan objek-objek atau tempat-tempat yang mempunyai maksud praktis dan yang diciptakan dengan tujuan untuk di lihat dan digunakan.

Semua wilayah ini jatuh di dekat pusat spektrum aktivitas desain menuju kepenelaahan jenis desain. Karena arsitektur adalah slah satu bidang yang ditempatkan di tengah-tengah yang matematis dan imajinatif, dan penulis adalah seorang arsitek, contoh-contoh arsitektur akan kerap digunakan untuk menjelaskan  prinsip-prinsip yang dikemukakan. Tetapi ini bukanlah penjelasan tentang arsitektur, atau tentang produk desain apa pun. Ini mengenai permasalahan desain, dan cara mempelajari, mengembangkan , dan menerapkan.

Akhir-akhir ini desainer bergantung hampir sepenuhnya pada metode intuitif, dan kemampuan desain secara luas dianggap sebagai bakat dan sering kali tidak dapat diajarkan.Sekolah desain Beaux Arts yang sangat berpengaruh menganggap bahwa serangkaian faktor paling penting yang menyebabkan sifat dasar situasi desain adalah faktor yang diasosiasikan dengan hasil akhir atau produk akhir. Dibawah sistem seperti ini, siswa diperkenalkan dengan skema atau proyek yang mereka bawa kembali ke studio untuk dikerjakan, dan mereka hanya akan menghubungi tutor mereka dengan serius ketika mereka telah menyelesaikan gambar akhir yang nantinya dikritisi oelh para juri. Skema itu akan dinilai karena meningkatkan kompleksitas solusi, dan tentunya proyek tersebut dianggap lebih sebagai tugas untuk memproduksi jalan keluar ketimbang tugas menyelesaikan masalah. Karena si calon arsitek mungkin mula-mula diminta untuk merancang teras. Ketika dia sudah membuat tutornya puas hingga tahap ini, dia akan diperbolehkan melanjutkan merancang rumah, dan seterusnya. Selain terukur untuk mengembangkan kemampuan sketsa dan surveinya, dan “esquisses” atau desain sketsa untuk mengembangkan kemampuan desain yang pesat. Jadi penekanan pendidikan ditempatkan lebih pada produk ketimbang proses.

Reaksi nyata bagi filsafat semacam itu menumbuhkan gerakan yang amencari pemahaman lebih akan proses desain itu sendiri. Mereka menyanggah bahwa produk akhir desain merupakan komoditas yang begitu penting bagi proses desain sehingga tidak bisa di abaikan, dan tak direncanakan; masyarakat mempunyai hak untuk menuntut agar desainernya bertanggung jawab dan dapat di andalkan serta mempunyai kendali lebih terhadap proses desainnya. Green (1974) merangkum argumen ini dengan mengingatkan kita bahwa skala  operasi dalam masyrakat teknologi begitu besar sehingga keputusan desain individual dapat memiliki efek jangkauan yang begitu luas,hingga pendekatan “ seni yang inspirasinya diperoleh tanpa sengaja” terhadap desain bisa dianggap tidak bertanggung jawab. Karena itu awal tahun sembilan belas enam puluhan waktunya cocok bagi gerakan desain yang terinspirasi oleh semua kualitas rasional sains, dan saat generasi pertama metode desain mulai muncul. Sekarang mahasiswa akan diajarkan metode desain sistematik yang banyak mengambil teknis matematis dari penelitian operasi-operasi dan metode ilmiah. Setelah bertahun-tahun diabaikan, ketika metode desain tidak mempunyai tempat di kurikulum sama sekali, akhirnya metode itu muncul di dalam buku teks dan panggung perkuliahan.

Tetapi periode ini tidak berlangsung lama. Desain terbuka merupakan bisnis yang bermacam-macam dan kompleks untuk bisa cocok dengan pendekatan yang tidak fleksibel seperti itu. Ahkhirnya mungkin desain harus dipelajari ketimbang diajarkan. Masing-masing kita harus menemukan proses kita sendiri, karena kitalah, dan bukan orang lain, yang harus mendesainnya. Namun proses tersebut layak dipelajari secara ekstensif dan produktif bukanlah tugas yang sebentar ataupun gampang, serta membutuhkan banyak kritik-diri dan praktik yang menyakitkan. Penjelasan ini diharapkan dapat sedikit mengurangi rasa sakitnya. 

http://desainpercetakan.net/
http://desainpercetakan.net/


Categories:

0 komentar:

Posting Komentar